Sabtu, 10 Juli 2010

KIMIA ANALITIK

Feb 1, '08 12:19 PM
for everyone

Urinometri

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan bobot jenis (bj) suatu zat menggunakan urinumeter dan menentukan molaritas zat dengan cara interpolasi.
Teori Singkat
Bobot jenis (bj) adalah rasio massa dari suatu benda atatu zat dengan massa air pada volume yang sama pada 4oC atau dapat pula pada temperatur lain yang ditntukan sendiri. Penentuna bobot jenis dapat dilakukan dengan berbagi cara, salah satunya yaitu dengan cara hidrometer. Di laboratorium klinik, bj urine diukur dengan hidrometer yang dikenal dengan urinometer.

Urinomter adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala 1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada temperatur 60oF atau 15,5 oC.
Bila temperatur cairan yang akan dikur bukan 15,5oC, maka harus diadakan koreksi. Koreksi tersebut dilakukan dengan jalan menambah angka satu pada angka ketiga bi belakang koma untuk setiap 3o di atas temperatur peneraan atau mengurangi 1 angka pada angka katiga di belakang koma untuk setiap 3 o di bawah temperatur peneraan.

tk-tp
Rumusnya sebagai berikut : FK= x 0,001
3
FK = faktor koreksi
Tk = temperatur cairan yang diukur
Tp = temperatur peneraan (tetera di urinometer)

Penem=ntuan molar pada suatu zat dapat pula dilakukan dengan cara membandingakn suatu deret larutan yang sudah diketahui molar dan bobot jenisnya. Dengan mengukur bobot jenis larutan yang akan dicari molarnya dan ditentukan dengan cara interpolasi, maka molar zat yang akan dicari bisa ditentukan.

Molaritas Zat Bobot Jenis
A a
X x
B b

x-a
Jika : x (B-A) = n, maka X = A+n
b-a
Alat dan Bahan
Alat : Bahan:
1. Gelas Ukur 1. Larutan NaCl 8 % 0.5 M
2. Urinometer 2. Larutan NaCl 8 % xM
3. Termometer 3. Akuadestilata
4. Pengaduk Kaca
Cara Kerja
1. Larutan NaCl 8 % 0.5 M dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 100 mL, lalu ditentukan bobot jenisnya dengan urinometer.
2. 50 ml dari 100 mL larutan NaCl pada butir 1 diambil dan diencerkan sampai 100 mL dan ditentukan kembali bobot jenisnya.
3. 50 ml dari 100 mL larutan NaCl pada butir 2 diambil dan diencerkan sampai 100 mL dan ditentukan kembali bobot jenisnya
4. Larutan Nacl xM yang akan ditentukan molaritasnya diambil sebanyak 100 mL dan ditentukan bobot jenisnya.
5. Molaritas larutan NaCl xM ditentukan dengan cara interpolasi.
Hasil dan Pembahasan
Penentuan bobot jenis dari suatu zat dalam hal ini glukosa 0.5 M dan glukosa dan x M penentuan koifisien molaritas zat dengan cara interpolasi dilakukn secara bertahap dari percobaan itu diperolah data :

Molaritas Larutan Bobot Jenis Pengukuran
Faktor Koreksi Bobot Sesungguhnya
(8%) 1.052 0.003 1.055
(4%) 1.020 0.003 1.023
(2%) 1.012 0.0026 1.014
X % 1.018 0.0026 1.020
Dari data di atas, konsentrasi larutan glukosa mempengaruhi bobot jenis pengukuran faktor koreksi dan bobot sesungguhnya. Semakin besar molaritasnya, semakin bersar pula bobot jenis pengukuran dan bobot sesungguhnya dari glukosa. Namun secara periodic, berdasarkan table data faktor koreksi berubah tiap pengurangan seperempat dari molaritas larutan.
Faktor koreksi deperoleh dari rumus [(tk-tp):3]x0.001. Sedangkan bobot sesungguhnya diperoleh dari penambahan faktor koreksi dengan bobot jenis pengukran.
Untuk menghitung molaritas larutan glukosa yang belum diketahui konsentrasinya, dilakukan dengan cara interpolasi dengan menggunakan rumus:
n = {(x-a):(b-a)}x (B-A)
di mana A = 0.04; B = 0.02; a = 1.023; b = 1.014; x = 1.020
n = {(1.020-1.023):(1.014-1.023)}x (0.02-0.04)
= -0.006
dan X = A+n
X = 0.04 + (-0.006)
= 0.034
= 3.4 %

Kesimpulan
Percobaan urinometri kali ini adalah untuk menentukan bobot jenis dari glukosa dan molaritas. Diperoleh kesimpulan bahwa konsentrasi larutan berpengaruh kepada bobot jenis dari suatu larutan; semaikn kecil molaritasnya, semakin kecil bobot jenisnya. Dan dari nilai molaritas yang diketahui, dapat pula dicari molaritas yang belum dikatehui.
Untuk hasil yang lebih baik, perlu dipastikan kelarutan antara glukosa dengan akuadestilata, yaitu dengan mengaduknya secara lebih baik.

Asidimetri

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam dan basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku sekunder serta menetapkan kadar amonia (NH4OH) menggunakan larutan baku HCl dan kadar asam cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.
Teori Singkat
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut :
o Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
o Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V1 + N1 = V2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V1 M1 2
------- = ---   V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2
V2 M 2 1
Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2
Alat dan Bahan

Alat : Bahan :
1. Buret dan statif 1. Larutan baku NaOH
2. Labu Elenmeyer 2. Larutan pembaku asam oksalat
3. Pipet volumetrik 3. Indikator : (PP)
4. Larutan amonia (NaOH)
5. Larutan asam cuka
Cara Kerja
A. Pembakuan NaOH
1. Dipipet 25 mL larutan asam oksalat yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akudestilata.
2. Ditambahkan 1-3 tetes indikator fenolflatelien
3. Larutan NaOH yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan asam oksalat dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari jernih menjadi merah muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
B. Penetapan Kadar Asam Cuka
1. Dipipet 25 mL larutan asam cuka yang akan ditentukan kadarnya ke dalam labu Elenmeyer yang sudah dibersihkan dan dibilas dengan akudestilata.
2. Diteteskan 1-3 tetes indicator fenolflatelein
3. Dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan pada percobaan sebelumnya, sehingga terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda.
4. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
Hasil dan Pembahasan
Percobaan asidimetri yang dilakukan teridiri dari tahap standardasi NaOH kemudian penentuan kadar asam cuka (CH3COOH). Prinsip asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa. Dalam hal ini NaOH sebagai basa kuat dan CH3COOH sebagai asam lemah.
Pada percobaan ini digunakan indicator fenolflatelien sebagai indiaktor visual yang menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula bening menjadi merah muda pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O
Pada percobaan asidimetri ini menggunakan metode titrasi, yaitu mengukur volume titran yang perlukan untuk mencapai titik ekivalen; artinya ekivalen pereaksi-pereaksi sama. Reaksi yang terjadi juga disebut reaksi netralisasi.
Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan menggunakan penghitungan berdasarkan logika, dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2
di mana V1 dan N1 adalah volume dan konsntrasi asam dan V2 dan N2 adalah volume dan konsentrasi basa.
Percobaaan ini dilakukan duplo, yang pertama secara manual dan yang kedua menggunakan mesin. Sebelum mengukur kadar asam cuka, perlu diketahui terlebih dahulu konsentrasi NaOH dengan mentitrasikannya pada larutan asam oksalat 0.1 N dengan indicator PP sampai terjadi perubahan warna. Dari percobaan ini:
V1 = 25 mL N1 = 0.1 N;
V2 mesin = 25.9 mL V2 manual = 26 mL. N2 = ?
V1 x N1 = V2 mesin x N2
maka
o N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin
= (25 mL x 0.1 N)/25.9mL
= 2.5 mL N x 25.9 mL
=0.09652 N
o N2 = (V1 x N1)/ V2 manual
= (25 mL x 0.1 N)/26 mL
= 2.5 mL N x 26 mL
=0.09615 N
_
N2 = ∑N2/n
= (0.09652 N + 0.09615 N)/2
= 0.096335 N
Harga N2 rata-rata yang diperloleh mendekati 0.1 N, artinya harga N2 rata-rata yang diperoleh cukup baik. Setelah N2 rata-rata diketahui, kita dapat menentukan kadar asam cuka. Diperoleh :
V1 = 25 mL N2 = 0.9615 N
V2 mesin = 26.1 mL V2 manual = 26.5 mL. N1 = ?
V1 x N1 = V2 mesin x N2
Maka
o N1 = V2 x N2/ V1 mesin
= (26.1 mL x 0.096335 N)/25mL
= 2.514 mL N / 25 mL
=0.1005 N
o N1 = V2 x N2/ V1 manual
= (26.5 mL x 0.096335 N)/25mL
= 2.5528 mL N / 25 mL
=0.102112 N
_
N1 = ∑N1/n
= (0.1005 N + 0.102112 N)/2
= 0.101341 N
Jadi, kadar asam cuka (CH3COOH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.101341 N.
Kesimpulan
Titrasi asidimetri pada percobaan ini adalah menentukan kadar (CH3COOH) dengan menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan. Reaksi dapat diamati dengan baik dengan penggunaan asam lemah (CH3COOH), basa kuat NaOH, dan indicator PP. rekasi sempurna terjadi ketika terjadi perubahan warna larutan dari bening ke merah muda. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi netralisasi dengan menghasilkan H2O dan CH3COONa.

Alkalimetri

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam dan basa (dalam hal ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku sekunder serta menetapkan kadar amonia (NH4OH) menggunakan larutan baku HCl dan kadar asam cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH.
Teori Singkat
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut :
o Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
o Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau

V1 + N1 = V2 + N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V1 M1 2
------- = --- V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2
V2 M 2 1
Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2
Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1. Buret dan statif 1. Larutan baku NaOH
2. Labu Elenmeyer 2. Larutan baku HCl
3. Pipet volumetrik 3. Larutan pembaku boraks
4. Larutan asam borat (H3BO3)
5. Larutan amonia
6. Indikator : (MM), (MB)
Cara Kerja
A. Pembakuan HCl
o Menggunakan Boraks Sebagai Pembaku
1.Dipipet 25 mL larutan boraks yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata
2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil
3.Larutan HCl yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan boraks dtitrasi sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah jingga.
4.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo
o Menggunakan NaOH Sebagai Larutan Baku Sekunder
1.Dipipet 25 mL larutan HCl yang akan dibakukan ke dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akuadestilata
2.Ditambahkan 1-3 tetes indikator merah metil
3.Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan hingga terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning jingga.
4.Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
B. Penetapan Kadar NH4OH
1.Dipipet 25 mL asam borat ke dalam labu Elenmeyer yang berfungsi untuk mencegah menguapnya larutan amonia.
2.Dipipet 25 mL larutan amonia yang akan ditentukan kadarnya dan dimasukkan ke dalam labu Elenmeyer yang berisi asam borat.
3.Diberi indikator campuran merah metil dan biru metilen, sehingga warnanya menjadi hijau.
4.Dititrasi dengan larutan HCl yang sudah dibakukan pada percobaan sebelumnya, dengan perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu
5.Volume HCl yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo.
Hasil dan Pembahasan
Percobaan alkalimetri kali ini menggunakan asam kuat HCl dan basa lemah amonia (NH4OH). Pada dasrnya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar konsentraasi amonia. Namun, HCl terlebih dahulu harus dibakukan dengan melakukan titrasi pada boraks (Na2B4O7) dan ditetesi indikator metil orange tiga tetes sebagai indikator visualnya. Perhitungan yang digunakan seperti pada percobaan asidimetri dimana :
V1 dan N1 adalah volume dan konsentrasi basa dan V2 dan N2 adalah volume dan konsentrasi asam (HCl) dan percobaan dilakukan duplo (manual dan mesin).
Diperoleh
V1 = 25 mL N1 = 0.1 N;
V2 mesin = 25.6 mL V2 manual = 26.4. N2 = ?
V1 x N1 = V2 mesin x N2
maka
o N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin
= (25 mL x 0.1 N)/25.6mL
= 2.5 mL N x 25.6 mL
=0.0976 N
o N2 = (V1 x N1)/ V2 manual
= (25 mL x 0.1 N)/25.4 mL
= 2.5 mL N x 25.4 mL
=0.0984 N
_
N2 = ∑N2/n
= (0.0976 N + 0.0984 N)/2
= 0.098 N
Dari harga N2 rata-rata yang diperoleh bisa ditentukan kadar normalitas NH4OH dengan rumus yang sama. Dalam penghitungan kunatitif konsentrasi amonia, pemipetan 25 mL asam borat (H3BO3) tidak diperhitungkan, karena dia tidak ikut bereaksi. Ia hanya berfungsi untuk mencegah penguapan amonia. Otomatis, penambahan indikator campuran antara metil merah dengan metil biru adalah 3:1. indikator ditambahkan sampai larutan amonia dan asam boraks berwarna hijau.
Titrasi dengan HCl yang telah dibakukan merubah warna larutan tersebut menjadi abu-abu pada volume 17.5 mL dan 18.1 mL. Titrasi dilakukan duplo dengan mesin Perhitunganya adalah sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Maka
o N1 = V2 x N2/ V1
= (17.6 mL x 0.098 N)/25mL
= 1.7248 mL N / 25 mL
= 0.068992 N
o N1 = V2 x N2/ V1
= (18.1 mL x 0.098 N)/25mL
= 1.7738 mL N / 25 mL
= 0.070952 N
_
N1 = ∑N1/n
= (0.068992 N + 0.070952 N)/2
= 0.069972 N
Jadi, kadar amonia (NH4OH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.069972 N.
Kesimpulan
Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar konsentrasi NH4OH (basa lemah) dengan HCl sebagai basa kuat. Reaksi netralisasi dapat diamati dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu dengan menggunakan indikator MO dan ME (3:1) sebagai indikator visualnya. Reaksi netralisasinya adalah NH4OH+HCl → NH4Cl+H2O.
Titrasi asidimetri terjadi dengan baik karena sifat asam dan basanya berbeda. Artinya asam lemah akan membentuk reaksi sempurna dengan basa lemah. Percobaan titrasi asidimetri menghasilkan air dan garam.

Ekstraksi
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan memurnikan asam lemak dari sabun dan menantukan kadarnya dengan cara titrasi asidimetri.

Teori singkat
Di antara berbagai metode pemsahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air meruapakn metode pemisahan yang paling baik dan populer. Hal ini didasarkan pada suatu alasan bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan peralatan yang khusus atau canggih, kecuali corong pisah.
Ekstraksi adalah metode pemindahan zat terlarut atau solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prisnsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sepeti benzena, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditrasnfer pada jumlah yang berbeda dalam ke dua fase pelarut.
Dengan ekstraksi dapat dipisahkan dua atau lebih zat berdasarkan perbedaan koifisien distribusinya, sehingga suatu zat dapat dipisahkan dan diambil dari campurannya untuk dibuat kadarnya menajdi lebih tinggi.
Pada percobaan ini bahan yang diekstrak adalah sabun. Sabun merupakan garam asam lemak tinggi dengan alkali terutama Na dan K dengan rumus dasar R-COONa atau R-COOK. Asam lemak yang terbentuk dipisahkan dari air dengan penambahan benzena, kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah. Untuk mengetahui kadar asam lemak yang ada, dilakukan titrasi dengan larutan NaOH.
Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1.Dua buah labu Elenmeyer 1. Sabun yang telah diiris halus
2.Gelas ukur 2. Laruatan HNO3 4 N
3.Statif 3. Alkohol
4.Buret 4. Akuadestilata
5.Corong Pisah 5. Benzena
6.Gelas piala 6. Larutan NaOH 0,5 N
7.Batang Pengaduk 7. Indikator PP
8.Penangas air

Cara Kerja
1.Sabun yang telah diiris halus ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala
2.Ditambahkan 10 mL akuadestilata, kemudian dipanaskan di atas penangas air sampai larut.
3.Setelah larut ditambahkan 2.5 mL HNO3 4 N, sehingga terbentuk gumpalan berwarna putih kekuningan dari asam lemak.
4.Dinginkan sesaat dan selanjutnya ditambahkan 20 mL alkohol dan diaduk.
5.Setelah dingin dimasukkan ke dalam corong pisah dan diberi larutan benzena sebanyak 10 mL kemudian diekstrak dengan cara mengocoknya.
6.Cairan dibarkan beberapa saat, samapi terbentuk dua lapisan zat cair yang jernih.
7.Kedua lapisan tersebut dipisahakn ke dalam dua wadah yang berbeda. Lapisan bawah dimasukkan ke dalam gelas piala dan lapisan yang atas dimasukkan ke dalam labu Elenmeyer.
8.Selanjutnya cairan pada gelas piala dimasukkan kembali ke corong pisah dan ditambahkan 10 mL benzena dan diekstrak kembali dan dipisahkan seperti perlakuan sebelumnya.
9.Cairan pada lapisan tas dimasukkan ke dalam lebu Elenmeyer yang pertama, sehingga jumlahnya menjadi 20 ml.
10. Larutan blanko terdiri dari 10 mL akuadestilata 2.5 mL HNO3 4 N, 10 mL alkohol dan 20 mL benzena. Semuanya kemudian dimasukkan ke dlama corong pisah dan diekstraksi. Larutan benzena dipisahkan dan dijadukan larutan blanko
11. Hasil ekstraksi dalam 20 mL benzena dan larutan blanko masing-masing dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 N dengan indicator PP sampai warna merah muda.
12. Selisih mL NaOH dari kedua titrasi adalah ekivalen dengan asam lemak yang ada sebagai hasil ekstraksi
Perhitungan :

mL NaOH (contoh – blanko) x N NaOH x BE asam lemak x 100
% Asam Lemak =
mg sabun
Hasil dan Pembahasan
Sabun merupakan garam dari asam lemak dengan KOH/NaOH. Pada sabun terdapat kandungan asam lemak dengan kadar tertentu. Pada percobaan ini diperoleh kadar asam lemak melalui proses pemisahan komponen dari campurannya dengan cara ekstraksi. Pada percobaan ini, 10 mL akuadestilata yang dimaksukkan ke dalam gelas piala yang berisi sample sabun seberat 2 gram berfungsi untk melarutkan akuadestilata dengan sabun.
Pada prosedur kerja, penambahan 2.5 mL HNO3 4 N ke dalam gelas piala berfungsi untuk membuat gumpalan-gumpalan. Sebelem diekstraksi, ditambahkan 20 mL alcohol dan diaduk sampai tercampur secara sempurna, berfungsi untuk mencegah terjadinya buih. Supaya pada percobaan ini terjadi pemisahan komponen, ditambhakan 10 mL benzena ke semua komponen dan diamsukkan ke dalam corong pisah untuk diekstraksi.
Dari hasil percobaan, benzena dan asam lemak tidak bercampur dengan akudetilta dan bahan pengsisi sabun. Pada kedua campuran tersebut terjadi sifat non-polaritas. Karena pada prispipnya, pemisahan dengan cara ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut di antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur (benzena dan akuadestilata) untuk mengambil asam lemak (C17H35COOH) dari suatu pelarut (bahan pengisi sabun) ke pelarut lain.
Kemudian, penentuan kadar asam lemak (C17H35COOH) dilakukan dengan cara asidimetri dengan menggunakan basa kuat NaOH 0,5 N. diperoleh data :
Volume NaOH = 24.8 mL
Volume balnko = 1 mL
N NaOH = 0.5
BE C17H35COOH = 284
m sabun = 2 gram = 2000 mg
maka :
% asam lemak = mL NaOH (contoh-blako) x N NaOH x BE asam lemak x 100/mg sabun
= (24.8-1) x 0.5 x 284 x 100/2000
= 337960/2000 = 168.98 %
Kesimpulan
Percobaan ekstrasksi merupakan proses pemisahan komponen dari campurannya dengan memanfaatkan prisnip dua zat yang tidak dapat bercampur. Pada proses ekstraksi ini diperoleh kadar asam lemak.
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dalam sabun sample (GIV) terdapat kadar asam lemak sebanyak 168.98 % setiap 2 gramnya. Hasil diperoleh berdsarkan sifat tidak tercampurnya asam lemak dengan air dengan menggunakan juga benzena.

Kromatografi

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan zat terlarut dari campurannya berdasarkan perbedaan kelarutannya.

Teori Singkat
Pada tahun 1944, Consden, Gordon, dan Martin memperkenalkan teknik dengan menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam dan fase bergerak berupa cairan yang terserap di antara struuktur pori kertas. Sample sebanyak 1Μ didepositkan pada kertas saring dan akan mengalir bersama system pelarut. Teknik ini sekarang dikenal sebagai teknik kromatografi kertas.
Kromatografi kertas merupakan bagian khusus dari kromatografi cairan-cairan di mana cairan stasionernya merupakan lapisan pelarut yang teradsorpsi pada kertas. Kauntungan dari metode ini adalah kasederhanaannya, karena pekerjaan yang perlu dilakukan hanyalah menitikkan sample di dekat tepian kertas , lalu mencelupkan ujung kertas tersebut ka dalam pelarut elusi. Dengan pereaksi yang sensitif, matode ini sesuai untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawaan dalam campuran yang tidak kompleks.
Berbagai macam kertas yang tersedia secara komersial adalah Whatman 1, 2, 31, dan 3 MM. Di dalam percobaan ini sebagai medium berpori dipergunakan kertas saring Whatman 1 yang mempunyai densitas homogen. Sebagai pelarut dipergunakan alkohol yang disebut zat eluasi.
Akibat proses fisik, maka kertas sraing akan menyerap pelarut sehingga akan naik sambil emmbawa komponen yang terdapat di dalam campuran. Pergerakan pelarut selalau lebih cepat dari pergerakan komponenenya. Perbandingan jarak yang ditempuh oleh komponen dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut disebut rate of factination atau Rf.
Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1.Tabung Kroamtografi 1. Alkohol 96 %
2.Sumbat gabus 2. Zat warna
3.Statif 3. Kertas Saring Whatman 1
4.Gelas Ukur
Cara Kerja
1.Kertas saring Whatman 1 diukur sesuai dengan ukuran tabung kromatografi yang dipakai
2.Pada jarak 3 cm dari salah satu ujung kertas ditarik garis lurus dengan pensil
3.Tinta spidol dideposit pada tengah-tengah garis tersebut.
4.Ujung yang lainya dilipat sesuai dengan kebutuhan
5.Kertas digantung pada sumbat dengan cara meletakkan lipatannya pada kawat yang terdapat pada sumbat tersebut, selanjutnya kertas dan sumbatnya dimasukkan ke dalam tabung kromatografi yang sudah diisi alkohol 96 % sebanyak 30 mL
6.Tabung dipasang pada statif memakai penjepit dan usahakan tegak lurus dan biarkan samapi alkoholnya naik mendekati mulut tabung.
7.setalah 60 menit, ketas saring diangkat dan batas alkohol pada ketas saring langsung diberi tanda dengan pensil, selanjutnya kertas dikeringkan.
8.Setalah kering diamati zat warna yang terdapat pada tinta tersebut dan masing-masing komponen dihitung Rf-nya.

Perhitungan :
Jarak yang ditempuh komponen
Rf (Rate of fractination) =
Jarak yang yang ditempuh pelarut (eluen)
Hasil dan Pembahasan
Seperti halnya ekstrasksi, kromatografi meruapakn salah satu metode pemisaha komponen dari campurannya. Secara spesifik kromatografi menurut Keulemans merupakan suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase.
Pada percobaan ini kertas saring Whatman 1 yang sudah dipotong sesuai prosedur kerja dimasukkan ke dalam tabung, alcohol dimasukkan ke dalam tabung terlebih dahulu supaya alcohol memenuhi ruangan pada tabung tersebut. Sederhananya, pada kromatografi kali ini dilakukan pemisahan komponenn warna dari dua spidol, yaitu hitam dan cokelat.
Dari hasil percobaan pada spot hitam diperoleh tiga warna. Yaitu, ungu, biru dan cokelat. Dengan jarak tempuh yang berbeda-beda. Diperoleh :
Jarak batas warna ungu = 13.8 cm
Jarak batas warna biru = 12.4 cm
Jarak batas warna cokelat = 7.7 cm
Jarak batas pelarut (alcohol) = 15 cm
maka diperoleh:
Rf = jarak yang ditempuh komponen/jarak yang ditempuh pelarut (eluen)
Rf ungu =13.8 cm/15 cm = 0.920
Rf biru =12.4 cm/15 cm = 0.826
Rf cokelat = 7.7 cm/15 cm = 0.513
Dengan adanya kapilaritas, alcohol 96% membawa spot warna nitam merangkak naik. Pada titik-titik tertentu warna hitam terurai menjadi ketiga warna tersebut.
Pada plot berwarna cokelat, ia terurai menjadi dua warna, yaitu kuning dan merah muda. Seperti halnya pada plot hitam, setelah 60 menit alcohol bergerak sepanjang kertas dengan kecepatan komponen yang berbeda-beda sehingga membentuk warna yang berbeda..diperolah :
Jarak batas warna merah muda = 12.8 cm
Jarak batas warna kuning = 1 cm
Jarak batas pelarut = 13.5 cm
maka diperoleh :
Rf kuning = 1 cm/13.5 cm = 0.07
Rf merah muda = 12.8 cm/13.5 cm = 0.95
Dari kedua spot di atas, terurainya menjadi dua warna-warna tertentu meruapakan hasil pemisahan komponen warna dari hitam atau cokelat menjadi ungu, cokelat, dan biru atau kuning dan merah muda berdasarkan perbedaan kelarutannya.

Kesimpulan
Teknik pemisahan kromatografi kertas merupakan teknik kromatografi yang paling sederhana dibandingkan teknik-teknik kromatografi lainnya. Pada prisipnya, komponen dipisahkan berdasarkan perbedaan kelarutan dari dua spot—hitam dan cokelat menjadi ungu, biru, cokelat dan kuning, merah muda dengan Rf yang beragam.
Beberapa penerapanya kromatografi secara umumdi bidang biologi adalah unuk menghitung residu pestisida pada buah-buahan dan sayur, mengidentifikasi dan mengklasifikasi bakteri, menentukan jalur metabolisme dan mekanisme kerja obat-obatan, menghitung polusi air dan udara dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

1.Petrucci, Ralp H.1992. Kimia Dasar; Prinsip dan Terapan Modern Jilid Kedua. Jakarta : Erlangga
2.Oxtoby, dkk.2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga
3.Underood, A. L dkk. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisis Keenam. Jakarta : Erlangga
Tags: arif rifqi
Prev: Chelonia
Next: adsense

Tidak ada komentar:

Posting Komentar